Senin, 28 Juni 2010

Membelanjakan harta di jalan Allah


Allah Swt. berfirman dalam Hadits Qudsi :

Wahai bani Adam ! Pindahkanlah simpananmu kepada-Ku dan janganlah habis karena kebakaran, kebanjiran, dan bukan pula karena kecurian. Aku akan memberikannya kembali kepadamu, bilamana engkau sangat memerlukannya " (HQR Baihaqi, bersumber dari Al-Hasan. Al-Hafidh Al Mundziri berkata : Hadits ini diriwayatkan juga oleh At-Thabarani dan BAhihaqi)

Allah Swt memberitahukan kepada manusia bahwa sesungguhnya infaq dan membelanjakan harta atau mendermakan pada jalan Allah yaitu jalan kebajikan apabila dilaksanakan dalam batas batas syariat Allah, adalah kebaikan apabila dilaksanakan dengan niat yang ikhlas tidak sedikitpun dicampuri riya, semata-mata karena Allah SWT.

Membelanjakan harta di jalan Allah merupakan simpanan dan tabungan yang langsung disimpan di sisi Allah, senantiasa terpelihara dan terjaga rapi sehingga tidak akan terjadi kebakaran, kebanjiran dan kecurian. Bilamana pemeliknya memerlukannya kembali, segera dan diberikannya kembali secara tunai, demikianlah janji Allah SWT

Dari hadist diatas dapat dijelaskan `3 (tiga) hal sebagai berikut :

1. Semua amal perbuatan dan ibadah kita, apapun bentuknya, baik yang dilakukan oleh lidah, hati, harta dan tenaga, maupun bentuk lainnya yang dilakukan dengan niat yang ikhlas dinamai simpanan (Kanzun) disisi Allah.

2. Simpanan (kanzun) disisi Allah itu terjamin penjagaan dan pemeliharaannya, bilamana yang empunya memerlukannya segera akan dikembalikan kepadanya dengan tunai, tanpa potongan apapun malahan akan mendapat tambahan yang berlipat ganda sesuai dengan keikhlasannya.

3. Menyimpan harta dalam arti tidak membelanjakannnya di jalan Allah, menyimpan tenaga dalam arti tidak mau bekerja dan beramal, adalah sesuatu yang dimurkai Allah SWT


Firman Allah dalam QS. At-Taubah [9] ayat 34-35

" ......Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak tapi tidak menafkahkannya di jalan Allah, beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapatkan) siksa yang pedih.............

Firman Allah dalam At-Taghabun [64] ayat : 15-17]

" Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian merupakan cobaaan, dan Allah menyediakan pahala yang besar.

Bertaqwalah kalian kepada Allah menurut kemampuan kalian dan dengarlah serta taatlah, dan nafkahkanlah yang baik untuk kalian. Dan barang siapa yang terpelihara dari kekikirannya dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Jika kalian meminjamkan kepada Allah, pinjaman yang baik, niscaya Allah akan melipatgandakannya untuk kalian dan mengampuni kalian. Dan Allah maha pembalas lagi maha pengampun. "

Hadits Qudsi

Minggu, 13 Juni 2010

KRITERIA MANUSIA DALAM PENGORBANAN HARTA ZAKAT


TIGA KRITERIA MANUSIA DALAM PENGORBANAN HARTA ZAKAT

Oleh : Said Hawwa dalam Al-Mustakash Fi Taskiyatil-Anfus

1. Golongan pertama

Orang-orang yang benar bertauhid, menepati janji, dan melepaskan seluruh harta mereka hingga tidak tersimpan satu rupiah atau satu dirhampun dari hartanya.

2. Golongan kedua

Orang yang dibawah tingkatan mereka, yaitu orang yang memegang harta sambil menanti waktu kebutuhan dan musim musim kebaikan. Maksud dari penyimpanan harta mereka adalah untuk menginfakkannya sesuai kebutuhan tanpa menikmatinya, juga untuk membelanjakan kelebihan harta mereka pada saat diperlukan kepada berbagai saluran kebajikan. Mereka tidak membatasi pada ukuran zakat saja. Mereka berpendapat bahwa dalam harta terdapat hak hak lain selain zakat.

Dalam firman Allah Swt

“ ...dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka...” (Al-Baqarah [2]:2)

“...belanjakanlah dijalan Allah sebagian dari rezeki yang telah kami berikan kepadamu....(Al-Baqarah[2]:254)

3. Golongan ketiga

Orang orang yang hanya menunaikan zakat yang wajib, tidak lebih tidak kurang. Semua orang yang hanya menunaikan zakat saja tergolong orang yang kikir.

Dalam firman Allah :

“ Jika Dia meminta harta kepadamu lalu mendesak kamu (supaya memberikan semuanya) niscaya kamu akan kikir ..............” (Muhammad [47]:37)


Minggu, 06 Juni 2010

TUGAS SIAPA MEMBERDAYAKAN ANAK YATIM


TUGAS SIAPA MEMBERDAYAKAN ANAK YATIM

Anak yatim adalah fenomena sosial yang selalu ada di masyarakat baik masyarakat maju maupun negara berkembang. Disetiap daerah selalu ada anak yatim yang membutuhkan pendidikan, penghidupan dll , ironisnya mereka masih kurang mendapatkan bantuan secara secara sistematis dan terpadu dari pemerintah ataupun lingkungannya.

Pengertian yatim sebenarnya cukup sederhana, dengan istilah anak yatim kalau tidak hati hati justru secara psikologis akan menjadikan beban bagi anak yatim di lingkungannya, oleh karena itu penempatan istilah yatim harus proporsional sehingga tidak menjadi beban anak yatim atau justru di komersialkan untuk mencari keuntungan tertentu.

Orang barat sering menyebut Without father, half orphan, sedangkan orang indonesia menyebut yatim yaitu tidak berayah.

Ayah atau ibu mempunyai fungsi sebagai penopang ekonomi keluarga, oleh karena itu ekonomi keluarga goyah apabila salah satu dari keduanya meninggal atau tidakk ada. Hal ini akan berpengaruh kepada anak-anaknya. Memberikan santunan kepada anak yatim adalah menggantikan fungsi Bapak / Ibu yang mencari nafkah untuk anaknya sehingga anak anaknya tetap dapat melanjutkan pendidikan, kebutuhan makan/minum dan kebutu han lainny


Seluruh agama termasuk agama Islam, selalu menganjur umatnya untuk menyantuni anak yatim. KH. Ahmad Dahlan mengajarkan surat al-Ma’un kepada para murid dan jamaahnya dan belum berpindah surat sebelum seluruh isi surat tersebut benar benar diamalkan oleh jemaahnya, tidak hanya sekedar dilafalkan dan dihafalkan. Salah satu isi dalam surat itu adalah tentang keharusan menyantuni anak yatim.


Secara umum yang dilakukan masyarakat adalah memberikan uang, makanan, sarung, mukena, dan sejenisnya adalah hal-hal yang lazim diterima anak yatim. Namun demikian hal lain yang sering diabaikan adalah mengajari mereka tentang kehidupan. Me
ngajarinya tentang cara menghadapi sebuah kehidupan, secara jangka panjang, akan memberikannya ilmu yang bermanfaat sepanjang hidup.

SIAPA PALING BERTANGGUNG JAWAB MENDIDIK ANAK YATIM

Keluarga terdekat barangkali merupakan jawaban yang tepat. Hal ini terlihat dalam Nabi Muhammad SAW yang ditinggal bapaknya, Abdul Muthalib selaku kakek langsung mengasuhnya. Selepas sang kakek mangkat, pengasuhan Nabi kaum muslimin ini pun seketika beralih ke tangan pamannya, Abu Thalib.

Dalam struktur komunitas di masa sekarang dimana kehidupan serba keluarga serba sulit, yang paling bertanggung jawab terhadap kehidupan anak yatim tidak hanya dibebankan pada kerabat dan keluarga dekat saja. Seluruh masyarakat sekitar pun harus bertanggung jawab terhadap kehidupan anak yatim.

Menurut teori sosial keluarga dari Talcott Parsons and Robert Bales, konsep dasar keluarga adalah sebagai institusi sosial yang menyatukan beberapa orang untuk saling peduli antar satu dengan lain. Keluarga, lengkap ataupun tidak lengkap jumlah anggotanya (termasuk keluarga anak yatim di dalamnya), adalah sebuah institusi kecil yang menjadi bagian dari institusi besar yang namanya negara. Tiap-tiap keluarga punya jaringan yang konkrit, bersosialisasi dan saling membutuhkan agar mampu menggerakkan institusi yang lebih besar seperti organisasi kemasyarakatan, masjid, universitas, dan pemerintahan. Konsekuensinya, masing-masing keluarga harus pula peduli terhadap keluarga yang lain.


Dari pendekatan diatas, maka anak yatim pun semestinya menjadi kepedulian semua umat. Mendidik mereka adalah tugas seluruh umat. Banyak terdapat gerakan gerakan untuk mendukung pemberdayaan anak yatim antara lain gerakan “satu rumah satu yatim”. Artinya, setiap keluarga setidaknya mengasuh dan mendidik anak yatim. Upaya upaya seperti itulah yang harus terus dikembangkan agar masyarakat semakin peduli.

Dikatakan oleh Karl Menninger, “What’s done to children, they will do to society.” Apa saja yang kita lakukan terhadap anak-anak, mereka akan melakukan yang serupa terhadap masyarakat. Kita memperlakukan anak yatim dengan baik, mereka pun kelak akan membalasnya dengan pembangunan bangsa yang baik pula.

Peran Masyarakat dan negara dalam Pemberdayaan Anak Yatim

Secara tegas, Negara dalam upaya memberikan perhatian kepada anak yatim diberikan ruang gerak yang cukup luas melalui amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 Bahwa “Fakir Miskin dan anak-anak terlantar dipelihara Negara”.

Dalam kenyataannya tidak semua manusia dilahirkan dalam kondisi beruntung. Di tengah masyarakat saat ini, pun tidak sedkit kaum yang kurang mampu yang tidak berdaya dalam menghadapi himpitan kehidupan. Kesempatan kaum kurang mampu untuk berusaha sangat terbatas. Sehingga akses terhadap kehidupan dan pendidikan yang layakpun, sulit mereka penuhi.

Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak menegaskan bahwa setiap anak mempunyai hak hidup, tumbuh kembang, perlindungan, dan hak berpartisipasi dalam hal-hal yang menyangkut diri dan masa depannya. Selaras dengan itu, anak-anak yatim piatu mempunyai hak untuk mendapatkan pemeliharaan pendidikan serta perlindungan bagi kelangsungan hidupnya. Karenanya, bentuk santunan yang ideal adalah tidak terputus di tengah dan tidak terbatas kebutuhan konsumtif, tetapi juga pemberdayaan anak, yaitu melalui pendidikan.

Menilik kondisi di masyarakat, sebagian besar pemberi bantuan dan penyantun anak yatim piatu, pada umumnya merasa telah cukup untuk menyerahkan bantuan finansial kepada panti asuhan atau anak kurang mampu, tanpa menyumbangkan pemikiran untuk penggunaan dana tersebut bagi pemberdayaan anak. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya donatur telah memercayakan sepenuhnya pengelolaan dana tersebut kepada pihak pengasuh. Sedangkan dari pihak pengasuh, karena keterbatasan tenaga, pemikiran, dan kemampuan lainnya sering tidak berpikir tentang program yang menyangkut pemberdayaan anak, yang sangat dibutuhkan untuk masa depan mereka, yaitu pendidikan.

Faktor lain yang menyebabkan kurangnya upaya pemberdayaan adalah adanya persepsi masyarakat tentang pengertian penyantunan anak yatim piatu, yang terbatas pada pemberian dana untuk biaya hidup dan konsumsi.

Melalui program yang terpadu diharapkan bantuan anak kurang mampu khususnya yatim piatu bisa langsung menyentuh kebutuhan yang sangat mendasar termasuk kelangsungan pendidikannya.

Tujuan program pemberdayaan antara lain adalah :


1. Membimbing anak yatim piatu menjadi anak yang berperestasi, mandiri dan ber-akhlakul karimah.

2, Menyiapkan masa depan anak yatim piatu agar menjadi mandiri dan produktif.

3. Melibatkan masyarakat dalam mendukung Program agar menjadi orang tua asuh bagi mereka.

Dalam firman Allah Swt :

. “ Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjuran memberi makan orang miskin. Maka kecelakanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat ria, dan enggan (menolong) dengan barang berguna”. (QS. 108 : 1-7)

Sedikit perhatian yang kita berikan kepada mereka, akan sangat berarti buat masa depan mereka, mari kita mulai dari saat ini, mulai diri sendiri dan dimulai dari yang kecil (disarikan dan berbagai sumber)